Ready Player One (2018): Fenomena Kehidupan Masa Depan

SPOILER ALERT! 


Sinopsis singkat:
Seorang pemuda, Wade Watts (Tye Sherida) menjadikan game virtual bernama ‘The OASIS’ sebagai pelarian untuk dapat menjadi seorang yang ia inginkan. Namun ketika pembuat game tersebut James Halliday (Mark Rylance) meninggal. Dunia memperebutkan Easter Egg yang ditinggalkan Halliday untuk dapat mengendalikan OASIS secara penuh. Wade yang berbakat dalam permainan OASIS kini menjadi incaran Nolan Sorrento (Ben Mendelsohn), pendiri IOI perusahaan kompetitor OASIS.


***

Steven Spielberg never fails to make a great science-fiction movie, especially when it comes about technology beyond our imagination. We can see it in a big franchise movie, Transformers.

Menonton Ready Player One ini kita diajak untuk melihat manusia pada tahun 2045, di mana virtual reality menjadi kebutuhan utama setiap orang. Pada film itu kita diperlihatkan betapa kontrasnya kehidupan di dunia nyata dan dunia maya. Kehidupan nyata diperlihatkan sangat berantakan dan di kehidupan maya setiap orang bisa menjadi "orang lain" dalam bentuk avatar. 

Kalau mau bahas film ini dari segi teknologi atau sinematografi-nya, bukan bidang saya. Kalau itu mah, cuma bisa komentar SUPER KEREN! 

Nah, aku lebih suka komentar tentang "the messages" yang ada di balik cerita film tersebut (versi aku tentunya). Sebelum bahas soal "the messages", I want to appreciate Zak Penn and Ernest Cline. They made a pretty good storyline and I love how they twisting the plot! 

Pesan utama yang aku tangkep dari film ini adalah "Loneliness" 

Kalau diperhatikan, semua tokoh yang ada di film ini mengalami kesepian di dunia nyata sehingga "melarikan diri" ke dunia maya, yaitu "The OASIS". Wade Watts, di dunia nyata hanyalah pemuda biasa saja, tapi di dunia maya ia seorang "SuperStar". Bahkan, "The OASIS" sendiri terbentuk karena perasaan kesepian si pembuatnya, James Halliday. Halliday menceritakan dirinya mengalami kesulitan untuk bersosialisasi di dunia nyata sehingga ia mencoba menciptakan "dunia"nya sendiri. Akan tetapi, berkat ide brilian Halliday ini, dunia justru jadi lupa akan dunia nyata mereka. Pada film itu juga digambarkan banyak manusia-manusia yang merasa hopeless sama hidupnya ketika mereka kalah di dunia maya.

Hmmm, actually this is so reflecting our life right now, like cyber-bullying phenomena. Maka dari itu, dari film ini saya bisa membayangkan apabila terus menerus dimanjakan oleh perkembangan teknologi dan alienasi sosial bisa jadi "The OASIS" akan benar ada. But, come on we can make this world to be a better place, right? Boleh banget yang namanya perkembangan teknologi, tapi harus diimbangi dengan kesiapan mental menghadapinya.

So this movie helps me understand that....
  • It's OK to be alone, but don't be lonely. Apalagi kita hidup di dunia nyata guys! 
  • Attention to detail! Tentu saja, pesan ini diambil dari cara Wade (Z) bisa memecahkan petunjuk dari Halliday untuk mencari "Easter Egg"
  • It's OK, if you don't want to join a group. But make sure, that you have a supporter. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Wade di "The OASIS", he has friends that really can be relly on. 
  • Jangan remehkan hal sepele! Banyangkan saja, Wade menolak taruhan dari Kurator karena cuma sebesar 25 cent. Ternyata... justru koin itu lah yang menyelamatkan Wade. (Oops If you haven't watch the movie, you shouldn't read this hehe)
  • Don't let technology controls you! Ya, pada film ini menceritakan di mana teknologi-lah yang menguasai manusia, bukan sebaliknya. 
  • Don't be greedy! Di akhir adegan film ini, kita diperlihatkan bagaimana Wade menolak menandatangani jadi pemegang saham utama "The OASIS", tapi justru ia bisa dapat lebih! 
  • When you really love someone, you'll love her/him unconditionally. Wade sebagai Z jatuh cinta dengan Samantha sebagai Arty, tapi tidak hanya sebagai avatar! Wade bisa menerima Samantha di dunia nyata dengan tulus :)
***
Penilaian 8,8/10

Yes! This movie deserves that score!

Film ini untuk kategori usia 13+ dan cocok untuk semua kalangan, terutama untuk mereka yang rindu dengan suasana pop-culture di era 70's sampai 90's. Yap, meskipun ini film setting tahun 2045 as you can see in the poster, pop-culture-vibes sangat terasa.

HAPPY WATCHING GUYS!

Komentar

Postingan Populer